Roda Gilaz, Jateng – Sebulan jelang
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Pati, Jawa Tengah, suhu perpolitikan di
daerah itu semakin memanas. Tak hanya muncul aksi pembelotan dari kader parpol
pengusung calon tunggal Haryanto-Syaiful Arifin, lembaga pengawas pemilu
(panwaslu) Pati juga dituding tak netral dan lalai dalam melakukan pekerjaan.
Akibatya, lembaga tersebut dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKKP) RI. Pihak yang melaporkan adalah Sekretaris Aliansi Kawal
Demokrasi Pilkada Pati (AKDPP) Itqonul Hakim.
Laporan tersebut terkait dugaan kelalaian Panitia Pengawas (Panwas)
Pilkada Pati, karena dinilai membiarkan calon petahana Haryanto (Bupati Pati
nonaktif) melakukan rotasi jabatan.
Karena sesuai pasal 71 ayat 2 UU Pilkada, calon petahana dilarang
melakukan rotasi jabatan pada enam bulan sebelum Pilkada digelar. Sementara Haryanto
disebut-sebut mengeluarkan surat tugas pada bulan Oktober dan November 2016.
Laporan tersebut setelah melalui pemeriksaan diterima di DKPP dan proses
persidangan segera dimulai pada Kams (19/1/2017) besok. Proses persidangan
dimulai dengan pemeriksaan oleh tim pemeriksa daerah (TPD) yang terdiri dari
berbagai elemen. Mulai dari pemeriksaan pelapor, saksi, hingga pemeriksaan
terhadap Ketua Panwaslu Pati Achwan sebagai terlapor.
Tim pemeriksa daerah berjumlah lima orang yang berasal dari berbagai
elemen. Yakni Prof Gunarto, Andreas Padiangan dari unsur akademisi, Hakim
Junaidi (KPU Jateng), Teguh Purnomo (Bawaslu Jateng), dan Ida Budiarti (KPU
RI). Hasil dari pemeriksaan TPD akan menjadi dasar DKPP memberi keputusan.
Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Jateng Teguh Purnomo
menyebut, laporan seperti ini merupakan hal yang wajar dalam proses pemilu.
Menurutnya, pihaknya akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh mengenai
kasus ini.
“Sebenarnya laporan seperti ini bukan hal yang luar biasa. Hal wajar
dalam setiap proses pemilu. Kami akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh,
sebelum nantinya DKPP RI memberikan putusan,” katanya kepada Koran Muria, Senin
(16/1/2017).
Ia menyebut, dalam setiap laporan ke DKPP yang ditindaklanjuti akan
keluar keputusan. Jika laporan tersebut dinyatakan terbukti, ada beberapa sanksi
yang bisa dikenakan DKPP. Mulai dari teguran, sanksi ringan, sanksi berat, dan
yang terberat adalah pencopotan dan pemecatan.
Lampiran surat aduan dari Itqonul Hakim terkait kinerja Panwaslu Pati ke DKPP RI, yang termuat dalam website www.dkpp.go.id. |
Pencopotan ini menurut dia, bisa berupa pencopotan dari posisi ketua
panwaslu menjadi anggota biasa. Atau pencopotan dari jabatan ketua dan sebagai
anggota panwaslu, atau bisa disebut dengan pemecatan.
“Tapi ada juga keputusan yang berupa rehabilitasi kepada teradu, jika
laporan yang masuk ke DKPP tidak terbukti, dan teradu melakukan langkah-langkah
sesuai dengan prosedur,” terangnya.
Pihaknya memastikan, apapun nantinya keputusan DKPP pihaknya akan
mematuhi. Termasuk jika diperintahkan memberikan sanksi kepada ketua Panwaslu
Pati, ataupun memerintahkan untuk mengusut kasus dugaan penyalahgunaan wewenang
calon petahana, yang menjadi dasar pengadu melakukan laporan.
Panwaslu Klaim Sudah
Bekerja Sesuai Prosedur
Pengadu, Itqonul Hakim, yang merupakan warga warga Desa Kajen, Kecamatan
Margoyoso, Pati, itu menuding Panwaslu Pati tidak melaksanakan tugasnya
sebagai pengawas Pemilu dengan baik. Yakni dengan tidak mengawasi jalannya
tahapan pelaksanaan kampanye yang dilakukan calon bupati petahana Haryanto.
Padahal, Haryanto dinilai melakukan pelanggaran.
"Calon bupati petahana telah melakukan pelanggaran. Yaitu mengeluarkan
surat perintah tugas Nomor 094/5349 tertanggal 25 Oktober 2016 dan mengeluarkan
Surat Bupati Nomor 710/637 Rhs, tertanggal 2 November 2016. Sedangkan pelaporan
dugaan pelanggaran pemilihan dilakukan pada tanggal 17 November 2016,"
kata Itqon.
Dalam laporan tersebut, Itqon juga menyertakan alat bukti. Salah
satunya, bukti formulir A.12 tentang pemberitahuan status laporan, surat bukti
perintah tugas nomor 094/5349 tertanggal 26 Oktober 2016, dan bukti Surat
Bupati Nomor 710/637 Rhs, tertanggal 2 November 2016.
Pada laporan beberapa waktu
sebelumnya, ke panwas, dirinya juga telah melaporkan calon bupati petahana
Haryanto, yang dinilai telah melakukan pelanggaran pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Namun, laporan dugaan pelanggaran pilkada tersebut tidak ada tindak lanjut yang
memadai. Begitu pun dengan warga lain yang melaporkan adanya dugaan
pelanggaran, namun juga mentok.
Dugaan
pelanggaran itu, di antaranya berkait dengan tindakan bupati yang melakukan
penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai
dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan dari menteri.
Menurutnya, tindakan tersebut pernah dilakukan Haryanto.
Padahal
menurutnya, jika hal itu ditindaklanjuti panwas, maka sanksinya bisa sampai
diskualifikasi. Tetapi laporan yang disampaikan ditolak dengan alasan telah
melampaui tenggat waktu sesuai ketentuan.
Sementara
itu, Ketua Panwaslu Pati Achwan saat
dikonfirmasi mengatakan, apa yang dilakukan Panwaslu Pati selama ini sudah
berdasarkan aturan dan regulasi yang ada. Dia mengaku tidak bisa melakukan
tindakan tanpa landasan aturan yang sudah ditetapkan.
"Kami berjalan sudah sesuai aturan. Tidak mungkin kami bertugas di
luar aturan. Kalau ada yang melaporkan, kami terima sebagai bagian dari kritik
dan masukan dalam rangka menyelenggarakan pengawasan Pemilukada dengan baik di
Pati," tutur Achwan.
Terkait laporan tersebut, Achwan mengaku sudah menerima panggilan sidang
dari DKPP RI di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah, Kamis (19/1/2017).
Saat ini, pihaknya masih melakukan kajian terhadap pokok aduan tersebut. (*)
0 comments:
Post a Comment