Saat memasuki rumah ini untuk yang pertama kalinya, hawa dingin langsung menyergap tubuh saya, apalagi saat melewati tangga yang catnya sudah memudar. Saya ingat sekali cat tembok ini berwarna ungu dan pegangan tangganya berwarna hitam.
Dulu saya punya indra keenam, tapi karena saya takut
meneruskan karena roh-roh mengerikan yang sering saya lihat jadi saya
menghilangkannya. (Balik kecerita), saya kemudian pindah kerumah ini dan
tinggal selama kurang lebih 2 tahun. Namun, didalam rumah ini saya, adik
perempuan dan mama sering mengalami sesuatu yang bisa dibilang bukan ahlinya.
Ayah sering bekerja dan pulang larut malam, jadi beliau tidak sering
menghabiskan waktunya dirumah, melainkan saya, adik dan mama.
Kejadian paling mengerikan yang saya ingat, waktu itu kakak
sepupu saya yang bernama Axel dan Adriel menginap dirumah saya untuk sementara
waktu, sekalian ikut merasakan tinggal dirumah baru saya. Senang banget ada
teman laki-lakinya jadi lebih seru. Waktu itu kakak laki-laki saya dan adik
perempuan saya bermain dihalaman rumah. Namun saya sebagai kakak perempuan
harus tinggal dirumah dan membersihkan segala sesuatunya. Waktu ibu mama
berpesan karena lembur bekerja pada hari itu saja, jadi saya yang memegang
semua pekerjaan rumah.
Waktu itu saya kedapur dan berniat untuk cuci piring.
Sebenarnya bagian rumah yang saya senangi adalah dapur, karena didalamnya ada
taman yang dihiasi dengan batu-batu cantik, air yang mengalir, banyak bunga dan
ada sorotan cahaya matahari yang cantik. Namun, itu hanya sekejap. Walaupun
saya sudah tidak lagi mempunyai indra keenam, namun saya masih bisa merasakan
keberadaannya.
Mungkin selama 5 menit saya mencuci, tanpa terasa bulu kuduk
tengkuk belakang saya berdiri, seakan ada seseorang yang berdiri dibelakang
saya. Namun hawanya terasa pedih, ada rasa sakit hati yang mendalam dan aura
yang hitam. Saya tahu bahwa dibelakang saya ada seorang bapak, tidak begitu
tinggi namun bertubuh gemuk. Beliau
memakai pakaian serba hitam. Saya melihat kebelakang dan tak ada apa-apa.
Waktu itu saya
sempat berkomunikasi walaupun bapak itu diam saja. Saya bilang, “pak, siapapun
bapak, boleh kok tinggal disini bersama saya dan keluarga, tapi jangan
mengganggu kami ya pak. Ini juga rumah kami”. Saya tahu itu adalah hal yang
tidak masuk akal (ngomong sendiri) namun saya berusaha meyakinkan bahwa saya
ingin membuat komunikasi yang baik dengan bapak itu.
Kemudian tak
berapa lama, saya merasakan Beliau semakin kuat memandangi saya. Saya
memutuskan untuk keluar sebentar dan mencari pikiran segar untuk bisa berpikir
jernih dan nalar. Namun saya tahu, pekerjaan saya belum selesai dan masih
banyak pekerjaan rumah lainnya. Saya memutuskan untuk kembali kedapur dan tidak
perduli bapak itu mau ada disana atau tidak. Saya bersikeras untuk berani
walaupun sebenarnya diluar kendali saya.
Setelah mencuci
piring disertai dengan hawa dingin, saya berniat menyapu rumah. Pekerjaan yang
paling menyebalkan karena sapunya kecil dan seorang saja akan membutuhkan waktu
lama untuk menyapu rumah sebesar ini. Ya mau gimana lagi, sudah layaknya
seorang perempuan. Beberapa saat saya menyapu, entah mengapa pandangan saya
selalu diarahkan pada tangga rumah saya. Saya ingat bahwa banyak tetangga yang
bilang bagian dapur saya gelap, padahal lampu 10 watt lebih sudah dipasang
disitu. Okelah, kembali saya bernalar, dan logis. Saya melanjutkan menyapu
walaupun seakan ada orang berdiri dan sesekali melihat saya dari atas.
Hari, bulan dan
tahun berlalu. Sering para tetangga bertanya kepada saya, “mbak tuh berani
sekali ya, sudah perempuan, adiknya perempuan, sering dirumah sendiri, malah
jarang keluar”. Namun saya tidak menggubris hal itu, karena saya tidak tahu peristiwa
apa yang terjadi sebelum saya pindah kerumah ini. Setahu saya, ayah pernah
bilang bahwa ada ruangan bekas gantung diri seorang bapak, namun itu dikamar
orang tua saya. Lalu, apa yang harus saya takutkan didapur? Beberapa minggu,
mama saya juga mengeluhkan hal yang sama. Dan saat itu, saya, adik saya dan
mama dikumpulkan ayah diruang tengah.
A: Ayah
Ad: Adik
Ak: Aku
A: kakak, mama dengan adik sering dilihatin? Sebenarnya
begini, rumah ini bekas rumah suami istri yang punya 2 orang anak perempuan. Dan si sulung ini temannya adik (adik
saya), namanya Rara.
Ad: iya yah, Rara
pernah bilang kalau ini dulu rumahnya.
A: iya begini,
dulu ayahnya Rara ini bekerja sebagai pelaut, dan jarang dirumah. Pada saat
kembali kerumah terjadi masalah keluarga tidak tahu sebabnya. Dan pada saat si
Rara ini mengambil makanan dan ingin ayahnya menyuapi, dia sudah melihat
ayahnya gantung diri ditangga.
Ak: loh, ayah kok
nggak pernah bilang sama kita? Katanya dikamar?.
A: ayah nggak mau
kalian takut.
Ak: ayah tuh loh,
gini kan yang dilihatin aku, adik sama mama. Mau ayah bohong kalau dikamar juga
kesan nggak enaknya didapur yah.
Saat itu
benar-benar aku kesal sekali dengan ayahku. Dan ingin secepatnya keluar dari
rumah itu. Dan kami memutuskan untuk pindah rumah seminggu kemudian. Seminggu
itu, aku, adik dan mama kalau mau kebelakang harus berdua atau bertiga. Bukan
takut karena lihat atau merasakan rohnya, namun kebencian rohnya terhadap kami.
Aku ingat betul akan adik yang selalu bermimpi tentang roh hitam itu dan
mengatakan bahwa jangan keatas. Sejak saat itu, aku tidak pernah tahu dimana
kuburan orang yang pernah gantung diri tersebut, lalu kami pindah dan rumah
itupun ada yang membelinya dengan harga murah.(*)
0 comments:
Post a Comment